Sejarah Tari Yogyakarta & Daftar 16 Tari Klasik Gaya Mataraman

Tari Yogyakarta. Sebagai salah satu pusat kebudayaan di Indonesia, Yogyakarta merupakan wilayah yang kaya akan kesenian. Keberadaan Keraton Yogyakarta yang tetap lestari, turut menghadirkan ragam kekayaan budaya adiluhung bernilai seni tinggi, khususnya seni tari.

Tari Klasik Gaya Yogyakarta atau Gaya Mataraman telah berkembang seiring perjalanan dan telah ada sejak Keraton Yogyakarta berdiri. Umumnya, Joged Mataraman atau Tarian Yogyakarta sangat sarat dengan nilai historis, sosiologis, politis serta muatan-muatan pendidikan.

Secara umum, Beksan Mataraman memiliki aturan baku yang khas. Dalam tataran teknis ada 4 kriteria, yakni sawiji, greget, sengguh dan mingkuh. Tentu, agar memahami makna filosofis secara utuh dan mendalam perlu proses atau tahapan dalam bentuk latihan terus-menerus.

Sejarah Tari Klasik Gaya Yogyakarta

Sehubungan dengan sejarah Tari Klasik Gaya Yogyakarta, bisa kita lihat dari Perjanjian Giyanti dan Jatisari. Perjanjian Giyanti yang terjadi pada tahun 1755 menjadi saksi ketika Keraton Mataram terbagi menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Selanjutnya, menyusul penyelenggaraan Perjanjian Jatisari pada tahun 1756. Perjanjian untuk kedua kalinya ini menjadi penentu masa depan masing-masing kerajaan. Khususnya dalam kaitannya dengan bagaimana cara meneruskan warisan budaya Mataram.

Secara singkat, melalui perjanjian tersebut Kasunanan Surakarta lebih cenderung memilih mengembangkan apa yang sudah ada. Sementara itu, pihak Kasultanan Yogyakarta memilih melestarikan tradisi yang ada, khususnya yang berkaitan dengan tarian klasik.

Sejak saat itu, dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat terlahir beberapa karya tari monumental seperti Lawung dan Bedhaya yang khas Yogyakarta. Kemudian muncul istilah Tari Klasik Gaya Yogyakarta, sebagaimana juga kita kenal Tari Klasik Gaya Surakarta.

Dalam perkembangannya, Tari Klasik Gaya Yogyakarta mencapai puncak kejayaannya pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana VIII. Ketika itu kesenian Wayang Wong tampil sebagai sebuah karya monumental yang sekaligus menjadi simbol legitimasi raja.

Kesenian Wayang Wong juga telah menginspirasi lahirnya beksan (tari) lepas yang idenya mengambil dari penokohan dalam kesenian tersebut. Melalui kesenian Wayang Wong, terciptalah berbagai macam bentuk koreografi, baik tari tunggal maupun berpasangan.

Daftar 16 Contoh Tarian Yogyakarta

Tari Bedhaya Sumreg

Tari Bedhaya Sumreg adalah tarian pusaka karya Susuhunan Paku Buwono I. Keterangan tersebut berasal dari manuskrip dari masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI (1855 – 1877). Tarian ini merupakan hasil upaya menduplikasi Bedhaya Ketawang karya Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma.

Beksan Lawung Ageng

Tari Lawung Ageng juga sebagai tarian pusaka di Keraton Yogyakarta. Karya Sultan Hamengku Buwono I ini termasuk seni tari unggulan setelah Bedhaya. Tercipta sebagai simbol atau idiom budaya untuk mendukung legitimasi kekuasaan raja. Selain juga menggambarkan atau simbolisasi latihan perang.

Tari Serimpi Yogyakarta

Tari Serimpi adalah tarian tradisional Jawa yang populer di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Menggambarkan kehalusan budi. Sejak zaman kuno, Serimpi telah memiliki kedudukan istimewa di keraton-keraton Jawa. Tari ini tidaklah sama dengan tari pentas yang lainnya karena sifatnya yang sakral.

Tari Bedhaya Semang

Bedhaya Semang merupakan tarian pusaka, karya Sri Sultan Hamengku Buwono I tahun 1759. Dalam pelembagaannya, Tari Bedhaya Semang merupakan tarian sakral yang sangat tua. Wujud dari reaktualisasi hubungan suci nan mistis antara Sultan Agung dari Mataram dengan Ratu Kidul, penguasa laut selatan.

Bedhaya Kuwung-Kuwung

Tari Bedhaya Kuwung-Kuwung juga termasuk karya pusaka. Kuwung-Kuwung berarti pelangi, tari ini bisa bermakna "keindahan pelangi". Selain mewakili keindahan bedhaya, juga melambangkan cahaya keindahan di bawah kepemimpinan Sri Sultan HB VII (1877-1921), yakni zaman ketika tarian ini terciptakan.

Tari Golek Ayun-Ayun

Tari Golek Ayun-Ayun merupakan varian dari tari golek Yogyakarta. Menggambarkan seorang gadis yang beranjak dewasa yang gemar bersolek. Tercipta pada tahun 1976 sebagai karya KRT. Sasmintadipura. Termasuk beksan golek paling terkenal yang menjadi materi ajar di Kridha Mardawa Keraton Yogyakarta.

Bedhaya Bedhah Madiun

Tarian klasik gaya Yogyakarta selanjutnya adalah Tari Bedhaya Bedhah Madiun. Tercipta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII sekira tahun 1921. Tarian ini menggambarkan peperangan yang pernah terjadi antara Mataram dan Madiun yang terkenal dengan istilah Tudhung Madiun atau bedhah-nya Madiun.

Tarian Golek Menak

Tari Golek Menak adalah jenis Tari Klasik Yogyakarta yang terinspirasi Wayang Golek Menak. Sri Sultan Hamengku Buwono IX menciptakannya setelah menonton Wayang Golek Menak pada tahun 1941. Tampil pertama kali dalam peringatan ulang tahun Sultan tahun 1943 di Tratag Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta.

Tari Golek Kenyo Tinembe

Tari Golek Kenyo Tinembe adalah karya KRT. Sasmintadipura pada tahun 1976. Salah satu bentuk tari tunggal putri untuk bahan ajar. Cenderung mudah dipahami bagi pemula yang ingin belajar tari Golek. Lebih menghadirkan koreografi dan varian gerak yang tidak rumit dengan pola lantai simetris yang sederhana.

Tari Klana Raja Yogyakarta

Tari Klana Raja adalah karya R. Soenartomo Tjondroradono. Tercipta tahun 1976 terinspirasi dari adegan raja yang sedang jatuh cinta kepada seorang putri dalam lakon Wayang Wong. Terkait namanya, Klana Raja merujuk pada figur raja yang merupakan manifestasi penguasaan mayapada dan alam astral yang hadir.

Tari Klana Alus Yogyakarta

Tari Klana Alus termasuk jenis tari tunggal putra. Karya dari seorang penari dan guru tari bernama R. Soenartomo Tjondroradono (K.R.T Candraradana). Cenderung hadir dengan karakter dan gerak tari yang halus. Ciri khas dari gerakannya adalah gerakan ngana atau kiprahan yang terungkap melalui gerak muryani busana.

Tari Golek Pamularsih

Tari Golek Pamularsih merupakan buah karya Gusti Bendoro Raden Ayu Yudonegoro. Tarian ini menggambarkan tingkah laku gadis remaja yang sedang mekar-mekarnya. Masa-masa ketika ia gemar bersolek dan bergaya dengan kenes dan kemayunya. Berusaha terlihat cantik demi mendapat perhatian dari lelaki pujaan.

Bedhaya Sang Amurwabhumi

Bedhaya Sang Amurwabhumi tampil pertama di Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta saat pengangkatan dan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1990). Sri Sultan HB X menciptakan tarian bedhaya ini sebagai legitimasi Sri Sultan HB X kepada swargi Sri Sultan HB IX.

Tari Bedhaya Sabda Aji

Karya dari R. Ay. Sri Kadarjati pada tahun 2007 dan merupakan Bedhaya Golek Menak yang pertama. Terkait namanya, “Sabda Aji” kurang lebih bermakna perintah raja atau titah raja. Raja tersebut adalah Sultan HB IX yang menghendaki pengembangan dari karya tarinya yang terinsipirasi dari Wayang Golek Menak.

Tari Srikandi Suradewati

Tari Srikandi Suradewati merupakan tari berpasangan yang mengusung cerita dari Serat Mahabharata. Menceritakan peperangan antara Dewi Srikandhi dan Dewi Suradewati. Dewi Srikandhi lebih unggul dan mengakhiri pertarungan dengan kemenangan. Sementara itu, Dewi Suradewati harus takluk dalam kekalahannya.

Tarian Bedhaya Luluh

Tari Bedhaya Luluh adalah tari kreasi Bedhaya Yogyakarta. Karya Siti Sutiyah Sasmintadipura tahun 2012 untuk memperingati HUT ke-50 Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa (YPBSM). Tercipta sebagai bentuk penghormatan dan mengenang pengabdian K.R.T Sasmintadipura serta memiliki latar kemanunggalan.

Demikian informasi mengenai Tarian Yogyakarta. Sebagai catatan, artikel ini dan semua artikel yang berkaitan dengan Tari Klasik Yogyakarta dalam blog ini hanyalah merupakan rangkuman dari berbagai sumber, tidak terkecuali dari buku dan internet. Untuk daftar tarian lain di Indonesia, baca juga Tarian Tradisional Bali.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url