Rumah Adat Jawa Tengah - 5 Jenis Arsitektur Tradisional Jateng
Kebudayaan masyarakat Jawa Tengah memiliki ikatan kuat dengan kerajaan Mataram, sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan Jawa Tengah di masa lalu. Demikian juga dengan rumah tradisional atau rumah adat Jawa Tengah. Perkembangan arsitektur bangunannya tidaklah terpisah dari lingkup budaya waktu itu.
Kegiatan budaya berkembang seiring kemajuan jaman dan memberi pengaruh tersendiri pada arsitektur. Terciptalah sejumlah model bangunan, sejalan dengan peningkatan pola berpikir dan kebiasaan hidup masyarakat. Meski, perkembangan zaman pada titik tertentu juga turut mengaburkan nilai-nilai tradisionalnya.
Rumah Joglo, sejauh ini menjadi model paling populer mewakili rumah tradisional masyarakat Jawa. Namun sesungguhnya, untuk Jawa Tengah sendiri, aristekturnya pun beragam. Tercatat sejak abad XIII, setidaknya ada 5 bentuk dasar bangunan tradisional Jawa Tengah. Daftar lengkap, lihat di halaman selanjutnya.
Rumah Panggang Pe Jawa Tengah
Cakrik (model) rumah Panggang Pe merupakan jenis arsitektur rumah tradisional Jawa Tengah paling sederhana, murah biayanya sekaligus mudah pembuatannya. Juga, merupakan bentuk rumah paling tua dengan fungsi yang sederhana pula. Sebagai misal, bangunan untuk warung dan kios tradisional ataupun pos ronda.
Rumah Panggang Pe memiliki beberapa variasi. Ada jenis gedhang salirang yang menggabungkan dua bangunan (satu bangunannya memiliki saka atau tiang penyangga lebih rendah). Selanjutnya, ada jenis empyak satangkep yang menggabungkan dua bangunan berhadapan dengan saka yang tinggi pada bagian tengah.
Terdapat juga jenis gedhang satangkep. Model bangunan rumah ini adalah gabungan dari dua rumah gedhang salirang dengan menyatukan bangunan yang lebih tinggi. Kebalikan dari model ini adalah cere ganjet yang menyatukan rumah gedhang salirang, namun yang direkatkan adalah bagian bangunan yang lebih rendah.
Model rumah Panggang Pe lainnya adalah trajumas dengan ciri menggunakan tiga buah pengeret dan enam buah saka, serta memiliki payon atau atap hanya separo. Selebihnya, terdapat model barengan. Rumah Panggang Pe jenis ini terdiri dari beberapa rumah yang dibangun secara berderet-deret saling menyambung.
Rumah Kampung khas Jawa Tengah
Arsitektur Rumah Kampung adalah rumah adat tradisional Jawa Tengah yang menjadi penyempurnaan dari Rumah Panggang Pe. Denahnya adalah persegi panjang dan memiliki empat tiang. Selain itu, rumah ini menggunakan dua bidang atap lereng yang dipertemukan pada sisi atasnya serta ditutup dengan tutup keong.
Bangunan ini mewakili rumah tinggal masyarakat desa. Dahulu, terdapat pandangan bahwa seorang yang memiliki rumah jenis ini terbilang kurang mampu ekonominya. Timbulah semacam pandangan umum bahwa rumah Panggang Pe dan rumah Kampung adalah tingkatan terbawah dari rumah tradisional Jawa Tengah.
Rumah Tradisional Tajug (Masjid)
Rumah Tajug istilah lainnya adalah rumah Tajub atau Masjid. Masjid sendiri merujuk pada bangunan tempat peribadahan bagi masyarakat yang beragama Islam. Namun, oleh karena pengaruh tradisi dan budaya lokal, bentuk masjid Jawa pun berbeda dengan bentuk masjid pada negara-negara mayoritas Islam lainnya.
Rumah Tajug atau rumah Masjid memiliki denah bujur sangkar. Denah ini tidaklah berubah hingga saat ini, meskipun terdapat variasi. Dan, yang paling khas dari rumah jenis ini adalah tajug atau atap piramidal (limas bujur sangkar dengan satu puncak). Contoh bangunannya terlihat pada masjid-masjid tradisional Jawa.
Rumah Tradisional Adat Limasan
Berbeda dengan rumah Tajug, rumah Limasan mempunyai bentuk denah persegi panjang. Atapnya berjumlah empat, dua bidang atap berbentuk segitiga sama kaki disebut kejen atau cocor. Sementara itu, dua bidang atap lainnya berbentuk jajaran genjang, masyarakat Jawa menyebutnya brunjung.
Rumah tradisional bentuk Limasan merupakan rumah bagi semua kalangan. Selain sebagai rumah rakyat, tidak jarang juga rumah bangsawan, regol, dan bangsal yang menggunakan model rumah ini. Bangunan yang terdiri atas 8 tiang utama ini biasanya memiliki dua bagian, yakni rumah induk dan rumah tambahan.
Rumah Tradisional Joglo JATENG
Rumah Joglo merupakan bentuk rumah adat tradisional Jawa Tengah paling populer. Termasuk juga mewakili Rumah Adat Jawa Timur dan Rumah Adat Yogyakarta, meski masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Dahulu, rumah ini adalah bangunan rumah kaum terpandang, tidak boleh dimiliki masyarakat kebanyakan.
Selain membutuhkan banyak bahan, membangun Rumah Joglo membutuhkan banyak biaya, terlebih ketika ada kerusakan dan perlu adanya perbaikan. Ada juga kepercayaan yang menyebut bahwa perubahan bentuk rumah ini merupakan pantangan karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak baik atau musibah.
Rumah Joglo bisa dikatakan sebagai bentuk arsitektur tradisional Jawa paling sempurna, canggih dan lebih megah. Sebagian besar bahan bangunannya berupa kayu, seperti kayu jati, kayu nangka, kayu tahun, kayu glugu, dan bambu. Selebihnya, ada juga batu alam untuk pondasi dan batu bata untuk dinding rumah.
Ciri khas Rumah Joglo adalah keberadaan soko guru atau empat tiang pokok yang kokoh pada bagian tengah. Serta, memiliki blandar tumpang sari, yakni blandar bersusun ke atas yang semakin ke atas semakin melebar. Bentuk dasar rumah berkembang ke empat arah yang masing-masing mengandung makna mendalam.
Rumah adat Joglo Jawa Tengah terdiri dari rumah induk dan tambahan. Rumah induk memiliki pendopo, pringgitan, emperan dan omah dalem. Bagian belakang terdapat senthong (kamar) tengen (kanan), tengah, dan kiwo (kiri). Selanjutnya gandhok, yakni rumah tambahan mengitari sisi belakang dan samping rumah induk.
Demikian sekilas tentang ragam arsitektur rumah adat tradisional Jawa Tengah. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai produk kebudayaan masyarakat di Jawa Tengah, baca juga Tarian Tradisional Jawa Tengah dan Pakaian Adat Jawa Tengah. Terkait busana adat Jawa Tengah, baca juga artikel tentang Batik Solo.
REFERENSI: