Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi - Sejarah, Gerak dan Filosofi
Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi merupakan salah satu tari klasik Yogyakarta. Tarian ini tampil untuk pertama kalinya di Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta pada saat pengangkatan dan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990.
Selanjutnya, tarian klasik ini juga pernah tampil dalam acara Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Seni Pertunjukan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X. Acara penganugerahan oleh ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta tersebut terselenggara pada 27 Desember 2011.
Bedhaya Sang Amurwabumi adalah karya kedua Sri Sultan HB X setelah Beksan Bedhaya Herjuna Wiwaha. Pengerjaannya dibantu oleh koreografer K.R.T Sasmintadipura. Tari Bedhaya ini tercipta sebagai legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada swargi Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Makna Filosofis Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi
Seperti yang tertulis di jogjanews.com, menurut Sultan Hamengku Buwono X, Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil ide dasar dari isi serat pararaton. Isinya mengenai sosok Sang Amurwabumi dengan dinamika kehidupannya yang melekat dengan ajaran Hasta Karma Pratama atau Delapan Ajaran Kebenaran.
Tarian ini menghadirkan tata cipta komposisi gerak tari sembilan penari. Adegan-adegan tertentu terbagi menjadi tiga rakitan gerak sebagai simbolisasi konsep “tri tirta”. Sultan HB X juga menambahkan, angka tiga menurut Annemarie Schimmel dalam bukunya Mystery of Numbers (2006) adalah lambang kesucian jiwa.
Selain itu, angka tiga juga banyak terdapat dalam beragam agama. Sebagai misal adalah trilogi ajaran Illahi yakni Islam, Iman dan Ihsan dalam agama Islam. Lalu, konsep Trinitas dalam agama Kristen, Trikaya dan Tripitaka dalam agama Budha. Serta, Trimurti (tiga kekuatan Brahman) dalam agama Hindu.
Tari Bedhaya Sang Amurwabumi memiliki sepuluh gerak awal antara lain Nyembah, Jengkeng Ngembat, Nglayang nyembah, Jumeneng Panggel Mapan. Grudha Kiwa Mayuk Jinjit, Grudha Tengen Mayuk Jinjit, Ngendherek, Imbal. Lampah Sekar Kengser Mubeng Ngiwa, Ngancap Wangsul Malih Rakit Lajur lalu Gidrah.
Selebihnya menurut Sultan Hamengku Buwono X, komposisi sembilan penari yang menarikan Tari Bedhaya Sang Amurwabumi sesungguhnya merupakan gambaran seluruh organ tubuh manusia secara utuh. Penggambaran mulai dari otak manusia yang menjadi sumber gagasan dan kreatifitas.
(No1: Endhel Pajeg), kepala (no.2: mbatak), leher (No.3 jangga), dada (pendada), ekor (mbuntit), tangan kanan (apit ngajeng), tangan kiri (No.7 apit wingking), kaki kanan (endhel wedalan ngajeng ) dan kaki kiri (endhel wedalan wingking).REFERENSI:
“Bedhaya dengan komposisi sembilan penari mewakili hasrat pencapaian kestabilan mental dan spiritual seseorang yang sudah mencapai tataran kesempurnaan hidup dan menjadikan dirinya “sejati-jatining manungsa” atau “jalma kang utama.”
- jogjanews.com/tari-bed...
- franseskachicha.blogsp...