Sejarah Sastra Jawa - Periode Perkembangan Seni Sastra Jawa

Terkait sejarah Sastra Jawa, kesusastraan menjadi bagian dari kebudayaan Jawa dalam usia yang sangat tua. Pada awalnya, kebudayaan asli masyarakat Jawa sangatlah transendental dengan kecenderungan pada sistem kepercayaan animisme dan dinamisme.

Baru ketika agama Hindu dan Budha masuk, perubahan besar pun terjadi. Kehadiran kebudayaan India melalui agama Hindu dan Budha turut memberi pengaruh besar dan mewarnai kebudayaan masyarakat Jawa. Termasuk juga mempengaruhi corak Sastra di Jawa.

Periode Sejarah Sastra Jawa

Sejarah Sastra Jawa bermula pada abad ke 7-8, pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) hingga Kerajaan Medang (Kerajaan Mataram Kuno, Jawa Tengah). Sastra pada masa itu ditandai oleh pahatan Cerita Riwayat Hidup Budha di Borobudur yang berasal dari Kitab LalitaVistara.

Sayangnya, hasil atau corak kesusastraan pada masa itu lenyap. Penggunaan bahan kitab yang mudah rusak, kondisi politik, peperangan, serta kurangnya perhatian terhadap kebudayaan kuno adalah beberapa penyebab hilangnya hasil dan corak kesusastraan pada waktu itu.

Selanjutnya, perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok (929–947) berdampak juga pada perpindahan pusat perkembangan sastra. Apabila kita urutkan, periodesasi sejarah sastra Jawa kuno terlihat pada kekuasaan - kekuasaan berikut ini :

Kerajaan Sindok dan pengganti - penggantinya. Pemerintahan Udayana dan Airlangga di Bali. Kerajaan Airlangga di pulau Jawa. Kerajaan - kerajaan Jenggala dan Kediri , Daha , kerajaan Singasari , kerajaan Majapahit, kerajaan Samprangan Gelgel Bali dan kerajaan Klungkung Bali.

Di Jawa Timur, dengan datangnya Agama Islam serta lenyapnya Kerajaan Majapahit turut berimbas pada hilangnya kesusastraan Kawi (Jawa Kuno) di daerah tersebut. Menariknya, Bali yang telah bersatu dengan Majapahit tetap teguh menjunjung tinggi peninggalan nenek moyang.

Sehingga, ada kemungkinan bisa teridentifikasi sebagian besar hasil kesusastraan Jawa kuno (sejak pengaruh India hingga berakhirnya Majapahit). Secara tertulis, studi sejarah sastra Jawa kuno bermula pada tahun 25 Maret 804 M melalui penemuan Prasasti Sukabumi atau Prasasti Harinjing.

Akan tetapi, meski tertulis dalam bahasa Jawa Kuno, prasasti tersebut bukanlah teks kasusastraan. Prasasti yang memuat kesusastraan adalah Prasasti Siwagreha (856 M) yang berisi kakawin. Kakawin merupakan sajak tidak lengkap yang termasuk sastra tertua dalam bahasa Jawa kuno.

Sastra Jawa Kuno

Sastra Jawa Kawi merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dalam sejarahnya, kasusastraan Jawa Kuno berada pada kisaran periode abad ke-9 hingga abad ke-14 Masehi. Karya sastra dalam periode ini tertulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan kakawin (puisi).

Bentuk karya-karya sastra Jawa Kuno mencakup sajak wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitab-kitab keagamaan. Sastra Jawa Kuno lebih banyak yang berbentuk manuskrip dan prasasti. Manuskrip dengan teks bahasa Jawa kuno berjumlah ribuan.

Sementara itu, manuskrip yang berbentuk prasasti berjumlah puluhan hingga ratusan, namun tidak semua prasasti termuat teks kasusastraan. Karya yang termasuk kesusastraan Jawa Kuno di antaranya Candrakarana, Kakawin Ramayana, serta Terjemahan Mahabarata:

  • Candakarana : Kamus atau ensiklopedia bahasa Jawa Kuno tertua yang ditulis pada kisaran abad ke-8 masehi (dugaan ini karena di dalam kitab ini termuat nama Syailendra)
  • Kakawin Ramayana : Syair bahasa Jawa Kuno yang mengisahkan cerita Ramayana. Diduga dibuat di Mataram Hindu pada masa pemerintahan Dyah Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M. Kakawin ini disebut-sebut sebagai Adikakawin karena dianggap yang pertama, terpanjang, dan terindah gaya bahasanya dari periode Hindu-Jawa.
  • Terjemahan Mahabarata : Sebuah terjemahan karya sastra kuno dalam bahasa Jawa Kawi. Terdiri dari delapan belas kitab, Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Ada juga yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar. Kumpulan cerita ini baru terkumpul sejak abad ke-4 sebelum Masehi.

Sastra Jawa Tengahan

Pada periode sejarah sastra Jawa Tengahan muncul kidung, yakni karya puisi berdasarkan metrum Jawa (pola bahasa dalam baris puisi Jawa). Sastra jenis ini muncul di kerajaan Majapahit pada abad ke-13 hingga abad ke-16, kemudian berlanjut ke Bali menjadi Sastra Jawa-Bali.

Sastra Jawa Baru

Kesusastraan Jawa Baru hadir setelah penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa antara abad ke-15 hingga abad ke-16. Contoh karya sastra terpenting masa ini adalah Suluk Malang Sumirang. Di samping itu, juga terdapat sastra bersifat ensiklopedis seperti Serat Jatiswara dan Serat Centhini.

Gaya bahasa awalnya masih mendekati Sastra Jawa Tengahan. Setidaknya sampai tahun 1650, sebelum bahasa Jawa gaya Surakarta mendominasi. Lalu, ada juga renaisans kesusastraan Jawa Kuna. Kitab-kitab kuno Hindu-Buddha dipelajari lagi dan digubah dalam bahasa Jawa yang baru.

Sastra Jawa Modern

Kesusastraan Jawa Modern merupakan kesusastraan Jawa yang mendapat pengaruh sastra barat. Hadir setelah penjajahan Belanda di Pulau Jawa pada kisaran abad ke-19 M. Pada periode ini muncul bentuk karya sastra seperti esai, roman, novel, dan lain sebagainya.

Gaya bahasanya masih mirip dengan bahasa Jawa Baru, namun banyak memakai kata-kata Melayu dan Belanda. Pada masa ini (tahun 1839, oleh Taco Roorda) juga hadir huruf cetak berdasarkan aksara Jawa gaya Surakarta untuk bahasa Jawa, yang kemudian menjadi standar.

Referensi:
  1. Sejarah-Sastra-Jaw...
  2. http://id.wikipedia.or...
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url