Tari Muang Sangkal - Pengertian, Sejarah, Fungsi & Penyajian Tari
Tari Muang Sangkal merupakan nama dari tarian tradisional yang kini menjadi ikon seni tari di Madura, Jawa Timur. Tarian ini pertama kali ada pada tahun 1972 di daerah Sumenep, Madura dan merupakan hasil karya dari Bapak Taufikurrachman.
Hingga saat ini eksistensi tarian ini tetap lestari terjaga karena kesenian ini cukup mendapat perhatian di kalangan generasi muda Madura. Tidak hanya itu, bahkan terdapat kabar bahwa perkembangan tarian tradisional ini kini telah sampai ke mancanegara.
Muang Sangkal telah mencatat beberapa prestasi, seperti di tahun 2008 yang mendapatkan penghargaan Cak Durasim Award di Surabaya. Juga di tahun yang sama, tarian ini tampil dalam Pekan Budaya Nasional di kawasan Pantai Legian, Bali
Fungsi dan Asal Kata Tari Muang Sangkal
Tari Muang Sangkal, ketika merujuk pada istilah yang membentuknya, berfungsi sebagai tarian pengusir malapetaka atau membuang sial. Secara harfiah Muang Sangkal adalah gabungan dua kata dalam bahasa Madura, muang berarti membuang sedangkan sangkal artinya kesialan.
Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa sangkal memiliki makna yang sama dengan sukerta. Istilah sukerta sendiri merujuk pada sesuatu yang menjadi santapan sebangsa setan, dedemit, jin rayangan, iblis, menurut ajaran agama Hindu. Atau, bisa juga bermakna sengkolo.
Wikipedia menyebutkan Sangkal/Sukerta/Sengkala dalam pengertiannya secara umum, masyarakat Sumenep menyebutnya: bila ada orang tua mempunyai anak gadis lalu dilamar oleh laki-laki, tidak boleh menolaknya karena membuat si gadis tersebut “sangkal” (tidak laku selamanya).
Gerakan, Tata Busana, dan Pengiring Tari
Tari Muang Sangkal memiliki gerakan-gerakan yang pada awalnya agak keras dengan iringan alunan gamelan gending sampak yang kemudian dilanjutkan dengan iringan gending oramba’-orambe’. Hal ini mengisyaratkan para putri keraton yang bergerak menuju ke Taman Sore.
Gerakan para penarinya secara perlahan berangsur menjadi halus. Gerakan yang perlahan halus tersebut menggambarkan gerakan para putri keraton yang sedang berjalan ke Mandiyoso. Mandiyoso merupakan koridor Keraton Dalem yang mengarah ke Pendopo Agung Keraton Sumenep.
Keunikan pada tarian asli Madura ini juga terlihat dari jumlah penari yang ganjil. Mereka berbusana pengantin legha khas Sumenep berwarna merah dan kuning. Warna itu punya makna tersendiri yakni ”kapodhang nyocco’ sare” yang maksudnya ”Rato prapa’na bunga” (raja sedang bahagia).
Sedangkan untuk paduan warna busana merah-hijau atau kuning-hijau mengandung folosofi ”kapodang nyocco’ daun” yang maksudnya ”Rato prapa’na bendhu” (Raja sedang marah). Selain itu, para penari Moang Sangkal tidak boleh menari jika dalam keadaan sedang datang bulan.
Referensi
- id.wikipedia.org/wiki...
- lontarmadura.com/ta...