Tari Glipang: Sejarah, Jenis, Ragam Gerak, Pengiring dan Busana

Kesenian tradisional umumnya sudah menjadi bagian hidup dari suatu masyarakat, sehingga sangat patuh pada asas, stereotip dan memegang teguh ketentuan yang ada. Kesenian ini bertahan dalam sistem pewarisan dari generasi ke generasi. Sebagai misal adalah Tari Glipang dari Probolinggo, Jawa Timur.

Meskipun Tarian Glipang adalah tarian khas Kabupaten Probolinggo, di Kabupaten Lumajang juga bisa kita temukan kesenian serupa. Mengingat wilayah utara Lumajang berbatasan langsung dengan Probolinggo, bisa jadi kesenian yang ada di Lumajang merupakan hasil penyebaran Tari Glipang Probolinggo.

Glipang merupakan tarian tradisional yang menggambarkan kegagahan seorang kesatria yang seolah sedang latihan. Kesenian ini terlahir sebagai ungkapan rasa ketidakpuasan terhadap penjajahan Belanda. Tarian ini tersaji dengan dominasi gerakan patah-patah sebagai bentuk penggambaran kebudayaan Suku Madura.

Istilah Glipang berasal dari bahasa Arab yakni "Gholiban" yang berarti kebiasaan. Ini merujuk pada ketidaksukaan seorang Sari Truno terhadap kebiasaan Belanda yang sewenang-wenang. Karena pengaruh dialek Jawa, Gholiban pun berubah menjadi Glipang. Kesenian juga menjadi embrio lahirnya Terbang Gending.

Sejarah Tari Glipang Probolinggo

Dalam sejarahnya, Tari Glipang tidaklah terlepas dari seorang Madura yang bernama Seno atau Sari Truno. Pada tahun 1912 ia melakukan migrasi ke daerah Probolinggo dan menetap di Desa Pendil. Ia bekerja sebagai mandor tebang tebu pada pabrik gula Kecamatan Gending Probolinggo dibawah kepemilikan Belanda.

Sebagai orang Madura yang terkenal berwatak tempramen, kasar, serta pantang diperintah, Sari Truno sering memberontak dan tidak jarang terjadi konflik dengan tentara Belanda. Karena ketidakpuasan, ia bersama beberapa orang dari desa Pendil membentuk perkumpulan pencak silat untuk menyusun kekuatan melawan Belanda.

Kegiatan itu mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Namun, pihak Belanda lambat laut mengetahuinya dan khawatir setiap saat kegiatan itu bisa membahayakan kekuasaan. Sari Truno pun berinisiatif menciptakan musik untuk mengiringi aktivitas pencak silatnya, agar Belanda mengira ini hanyalah ekspresi kesenian semata.

Dari ide Sari Truno, lahirlah musik Gholiban yang istilahnya berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Menurut Yuni Rusdiyanti (1994:84), istilah itu mewakili ketidaksukaan Sari Truno akan kebiasaan Belanda yang sewenang-wenang terhadap pribumi. Karena dialek orang Jawa, istilah Gholiban berubah menjadi Glipang.

Seiring perkembangan, apa yang tersaji dalam perkumpulan pencak silat tersebut lambat laun menjadi ekspresi kesenian yang nyata. Lahir, tumbuh dan berkembang secara turun temurun dari generasi ke generasi. Kesenian ini memiliki paguyuban yang mengembangkan ilmu bela diri dengan mengajarkan berbagai ilmu silat.

Keberhasilan Sari Truno mengajarkan ilmu bela diri, akhirnya bisa mengatasi kesombongan sinder-sinder Belanda. Untuk mengenang jasa Sari Truno, pewaris mengembangkan ilmu bela diri dan diubah menjadi gerak tari yang kemudian bernama “Glipang”. Sebagian besar terdiri dari unsur-unsur gerak silat yang diperbarui sedemikian rupa. (Hidayat, 2006:4-5)

Tari Glipang dan Terbang Gending

Masyarakat Probolinggo yang mayoritas beragama Islam, tidak menyukai pertunjukan Gamelan Jawa yang biasanya melibatkan laki-laki dan wanita menari membuka aurat. Sebagian yang lainnya juga menyakini gamelan merupakan warisan Hindu dan Budha dan bentuk peninggalan semacam itu mereka anggap "haram".

Oleh karena itu, Sari Truno memilih alat musik yang memiliki karakter Islam yang kuat. Ia menggunakan Jidor yang mengadopsi bedug masjid, hadrah (terbang) yang masyarakat yakini sebagai alat musik Islamiyah. Selain itu, ada juga terompet dan ketipung (sejenis kendang) yang mewakili budaya Madura sebagai daerah asal Sari Truno.

Menurut Soeparmo yang keturunan Sari Truno dan penerus Glipang, instrumen tersebut memiliki makna tersendiri. Jidor ibarat Allah SWT, bentuknya paling besar dan berada di atas. Lalu ada 2 ketipung, lanang (laki-laki) dan wadon (wanita). Untuk menunjuk derajat yang lebih tinggi, ketipung lanang berada di atas ketipung wadon.

Selain mengiringi Tari Glipang, instrumen musik ini juga berdiri sendiri yang mana ada instrumen terbang yang menggantikan peran ketipung serta ada penambahan kecrek. Instrumen inilah yang kemudian bernama terbang gending. Dalam hal ini, terbang disetel sedemikian rupa agar bisa memainkan repertoar gending gamelan.

Hingga kini stereotip negatif pertunjukan gamelan masih melekat bagi masyarakat di Desa Pendil Probolinggo. Agar tetap mengekspresikan wujud seninya, Tari Glipang dan Terbang Gending menjadi satu paket. Di dalamnya juga termuat memesis bunyi kendang, kempul, peking, kenong, dll seperti yang ada di dalam Gamelan Jawa.

Menariknya, melalui fenomena ini Tarian Glipang dan Terbang Gending justru tercipta sebagai wujud kesenian yang mandiri, selain keberadaan pertunjukan gamelan di Jawa Timur. Bahkan lebih dari itu, kesenian Glipang dan Terbang Gending pun seolah menjadi ikon yang turut mengidentitaskan masyarakat pendukung kesenian ini.

Ragam Gerakan Tari dan Jenisnya

Tari Glipang Probolinggi merupakan kesenian yang khas. Khususnya sebagai tarian olah nafas sebagai simbol yang melambangkan bentuk ketidakpuasan rakyat kepada penjajah. Terkait hal ini, ada semboyan tarian ini yang berkata "etembeng poteh matah, mongok potiah tulang" yang berarti daripada putih mata, lebih baik putih tulang.

Semboyan tersebut mewakili watak Madura yang memegang teguh harga diri, pantang menyerah meski harus bertaruh nyawa. Dalam hal gerakan tari, Glipang memadukan gerakan Rudat, Topeng Gethak Madura, Hadrah, Samman, dan Pencak Silat. Ada tiga jenis tari yang memiliki gerakan dan karakter sendiri yakni, Kiprah, Baris, dan Papakan :

Tari Kiprah

Tari olah keprajuritan dengan struktur gerakan yang terbagi menjadi 16. Di antaranya ada Jelen Telasan, Soge'en, Sergep, Penghormatan Pertama, Silat Teng-teng, Ngongngang Salang, Suweng, Hadarah, Glipangan dan Kembengan. Selanjutnya ada Semar, Samman, Nyengngok, Penghormatan Terakhir, Duduk di Kursi, dan Kembeng Taleh.

Tari Baris

Tari kegembiraan setelah meraih kemenangan dalam perang. Juga, menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris di Jabung, Kabupaten Probolinggo. Mereka ingin tahu daerah Jawa Timur. Berawal dari badut, lawak hingga menjadi cerita rakyat. Perihal gerakan, jenis ini terbagi menjadi dua, yakni gerakan Melangkah dan Kobe'en.

Tari Papakan

Tari jenis ini menggambarkan pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, yakni Anjasmara dan Damarwulan. Dalam kisah tersebut, Damarwulan mendapatkan sebuah tugas, yakni membunuh Minakjinggo. Dengan mudah Damarwulan berhasil melaksanakan tugasnya itu karena mendapat bantuan dari kedua istri Minakjinggo sendiri.

Sebelum bertemu dengan Anjasmara, perjalanan Damarwulan tidaklah mulus. Layang Seto dan Layang Kumitir menghadangnya di sekitaran daerah yang kini masuk wilayah Besuki, Kabupaten Situbondo. Dalam praktek penyajiannya, tarian Glipang jenis Papakan memiliki dua gerakan yakni, gerakan bersukaria dan Ngen-angen.

Tata Rias dan Busana Tari Glipang

Para penari Tari Glipang menggunakan tata rias sedemikian rupa dengan maksud agar bisa mencitrakan kegarangan atau ke-sangar-an wajah seorang prajurit. Umumnya. para penarinya tampil dengan kumis dan godek buatan. Untuk mengadirkan kumis dan godek, instrumen riasannya menggunakan celak, sedo, dan bedak.

Selain para penari, tarian ini juga melibatkan para pemusik namun tidak memakai tata rias. Mereka hanya memakai celana panjang hitam, baju piyama kuning, memakai sabuk blangdang dan odeng. Dalam hal tata busana, berikut ini merupakan daftar rincian busana dan aksesoris para penari dalam Tari Glipang :

  • Penari Glipang : Busana penari Glipang berwarna merah dan hitam. Merah melambangkan orang Madura yang berani dan tidak takut mati. Sedangkan warna hitam melambangkan kegelapan pikiran yang pada akhirnya tidak bisa mengontrol hawa nafsu.
  • Busana Kiprah : Busana berwarna merah dan biru, ada juga busana warna kuning dan hijau. Aksesoris yang penari pakai mencakup rompi, sabuk blandang, sampur, lancor, celana, jarit, keris, gungseng.
  • Busana Baris : Terdiri dari ikat kepala (sorban), plat bahu, simbar, baju piyama, samper, dan celana panjang merah.
  • Busana Papakan : Untuk penari laki, merupakan perpaduan dari busana Kiprah dan Baris, yaitu baju piyama, celana panjang, dan samper. Aksesoris yang ada yaitu odeng dan sabuk blandang. Busana perempuan yaitu baju kebaya, stagen, samper, dan aksesoris sunggar bunga, dan gungseng.

Musik dan Syair Pengiring Tarian

Tari Glipang, dalam penyajiannya juga memakai iringan musik dan vokal. Lagu Ayawaro adalah lagu pembukaan dalam penyajiaan Tari Kiprah Glipang, sementara ada juga pantun berlagu bebas yang hadir secara bergantian di dalam Tari Papakan. Sementara itu, alat musiknya terdiri dari lima jenis yang berbeda, di antaranya :

  • Terbang hadrah : Berjumlah antara tiga sampai lima. Berbentuk lingkaran diameter 30 cm. Jumlah terbang tersebut bermakna sebagai lima rukun islam. Jumlah tiga maksudnya adalah rukun Islam, rukun iman, dan rukun ikhsan.
  • Serepoh : Alat musik seperti terompet yang mengiringi penembang melantunkan irama nada syair. Serepoh bermakna peniupan sangkakala oleh malaikat yang mewakili akhir dunia atau kiamat. Tiupan yang kedua berarti kebangkitan manusia dari alam kubur untuk dimintai pertanggung-jawaban.
  • Tongtongan : Alat yang biasanya berfungsi untuk kegiatan siskamling di desa. Ide muncul dari benak pencipta bahwa tongtongan ini bisa menjadi alat musik Glipang. Makna alat ini adalah pemberitahuan kepada warga untuk berkumpul.
  • Ketipung : Sebagai penanda setiap gerakan tari. Terdiri dari dua jenis yaitu ketipung laki, dan perempuan. Bermakna tentang dua hal yang berlawanan, misal ada siang dan malam, laki perempuan, ada buruk dan baik. Makna lainnya adalah perempuan harus taat kepada suami, dan perempuan tidak boleh menjadi imam. Jumlah pemain ketipung ini ada dua, yaitu penabuh ketipung perempuan dan penabung ketipung laki.
  • Jidor : Sebagai penggema suara pada kesenian Glipang. Jidor mewakili lambang bahwa Tuhan itu ahad, dan agung. Oleh karena itu, Jidor berada di tempat paling atas daripada alat musik yang lainnya.
REFERENSI:
  1. journal.unair.ac.id/do...
  2. kompasiana.com/sari...
  3. slideshare.net/Yuniar...
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url