Gamelan Bali: Pengertian, Jenis, Fungsi & Sejarah Karawitan Bali

Gamelan Bali merupakan salah satu jenis ensambel gamelan Indonesia yang terlahir dalam kebudayaan masyarakat Bali. Orang-orang Bali lebih menyebutnya "gambelan". Gamelan ini sangat khas dengan bunyi yang meledak-ledak dan cenderung hadir dengan kecepatan yang tinggi. Serta, menawarkan bagian-bagian gendhing yang lebih dinamis.

Keunikan Gambelan Bali

Ritme musik gamelan Bali yang cepat terutama berasal dari ceng-ceng (cymbal kecil). Bunyinya nyaring dan dimainkan dengan cepat. Ini membedakannya dengan Gamelan Jawa yang lembut atau Gamelan Sunda yang mendayu-dayu. Selain itu, unsur unik gamelan ini adalah sistem pelarasan yang tepat, yakni ombak (dengung akustik).

Aturan getaran tersebut, khususnya dalam gamelan perunggu menghasilkan dentingan yang khas. Keunikan gamelan ini juga termasuk gema-getaran gong bersama alat lain berbilah perunggu yang datar yang tertahan oleh penguat suara bambu. Oleh karena itu, secara umum suara gamelannya mampu menghasilkan nada hingga 4-5 oktaf.

Jenis-Jenis Gamelan Bali

Berkaitan dengan bahan pembuatannya, di Bali ada gamelan perunggu atau yang lebih terkenal dengan sebutan gamelan krawang karena hasil karya dari pande krawang (ahli perunggu). Ada juga gamelan dari bambu dan gamelan slonding yang terbuat dari besi. Dari ketiga jenis tersebut, gamelan slonding merupakan yang paling antik dan langka.

Gamelan Bali sangatlah beragam, termasuk pada prinsip memainkannya, terlebih pada jenis gamelan pra Hindu-Jawa (Bali Aga). Di Bali bagian timur, prinsip memainkan musik gamelan agak berbeda dengan Bali bagian selatan dan utara. Permainan gamelan di Bali Selatan dan Utara terpengaruh budaya Jawa karena terkait erat dengan keraton.

Sejauh ini, terdapat kurang lebih 25-30 genre karawitan Bali. Genre tersebut terklasifikasikan berdasarkan jenis instrumen, fungsi dan bahasa. Mengingat banyaknya jenis, Gamelan Bali telah terbagi menjadi 3 kelompok besar menurut zaman, yakni Gamelan Wayah, Gamelan Madya, dan Gamelan Anyar. detailnya sebagai berikut :

Gamelan Wayah

Jenis ini diperkirakan ada sebelum abad XV dan umumnya banyak melibatkan alat-alat berbentuk bilahan serta belum mencakup kendang. Jikapun ada kendang, peranannya tidak begitu menonjol. Contohnya: Gamelan Angklung, Gender Wayang, Baleganjur, Geng Beri, Genggong, Bebonangan, Caruk, Gong Luwang, Gambang dan Gamelan Selonding.

Gamelan Madya

Jenis ini muncul pada kisaran abad XVI-XIX. Di sini, kendang sudah terlibat dan bermain bersama instrumen-instrumen berpencon, serta telah memainkan peran yang penting. Contoh gamelan jenis Madya, di antaranya: Gamelan Batel Barong, Bebarongan, Joged Pingitan, Penggambuhan, Pelegongan, Gong Gede, dan Gamelan Semar Pagulingan.

Gamelan Anyar

Jenis ini muncul sekitar abad XX dengan ciri-ciri utama lebih menonjolkan kendang. Contoh Gamelan Anyar, yakni Gamelan Adi Merdangga, Manikasanti, Bumbung Gebyog, Semaradana, Geguntangan, Bumbang, Gong Suling, Jegog, Genta Pinara Pitu, Kendang Mabarung, Okakan (Grumbungan), Janger, Gong Kebyar, Tektekan dan Joged Bumbung.

Sejarah Gamelan di Bali

Seperti yang sudah tertulis di atas, Gamelan Wayah merupakan jenis yang paling tua, dan telah ada sebelum abad ke XV. Gamelan ini pun sangat banyak macamnya. Akan tetapi, mengingat minimnya referensi mengenai sejarah Gamelan di Bali, di sini penulis hanya menyertakan sejarah salah satu Gamelan Wayah, yakni Gamelan Gambang.

Asal-Usul Gamelan Gambang

Keberadaan gamelan ini berasal dari konflik yang terjadi di dalam tubuh kerajaan Gelgel. Bermula dari Gusti Ngurah Klanting, putra Dalem Watu Renggong (1460-1550) yang tak menerima kakaknya, I Gusti Ngurah Tabanan, menjadi raja. Dengan maksud menghukum, Dalem pun memerintahkan Gusti Ngurah Klanting suatu tugas yang tak masuk akal.

Tugasnya adalah mencari lontar milik wong gamang (orang halus). Singkat cerita, di luar perkiraan Dalem Watu Renggong, Gusti Ngurah Klanting bisa memenuhi permintaan ayahandanya. Lontar permintaan ayahanda kini telah ia dapatkan. Mengetahui hal itu, Dalem Watu Renggong sangat terkejut karena memang lontar itu yang ia inginkan.

Berkat keberhasilan Gusti Ngurah Klanting, kerajaan selanjutnya dibagi menjadi dua. Tapi, sebelum resmi dinobatkan menjadi raja, Gusti Ngurah Klanting disuruh ayahanda membuat seperangkat gamelan yang gending-gendingnya bersumber dari lontar tersebut. Lalu, terciptalah Gamelan Gambang yang namanya berasal dari lontar itu.

Dalam perkembangan berikutnya, ensambel Gamelan Gambang berfungsi untuk menjadi sarana perlengkapan dalam ritual upacara Ngaben (Pitra Yadnya). Maka sejak saat itu, atau melalui petunjuk dari I Gusti Ngurah Klanting, orang-orang mulai menggunakan perangkat gamelan tersebut sebagai musik pengiring prosesi upacara Ngaben.

Salah seorang keluarga Arya Simpangan (sekaa gambang sekarang) yang dulunya pernah tinggal di kerajaan Tabanan, merasa senang dengan parangkat gambelan tersebut. Ia tertarik juga untuk membuat gamelan yang serupa ketika pulang ke Sembuwuk. Sejak saat itulah Gambelan Gambang juga ada di Banjar Sembuwuk di Desa Pejeng Kaja.

Perkembangan Karawitan Bali

Seni karawitan di Bali mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan, terlebih pada periode tahun 1970-1990-an. Pada masa itu, karawitan Bali memperlihatkan dua sisi yang menarik yang juga sangat menentukan masa depan kesenian ini. Satu sisi, gamelan telah menyebar ke seantero Pulau Bali dan bahkan tersebar ke daerah lain dan luar negeri.

Kondisi itu juga yang membuat komposisi gamelan semakin komplek dan rumit. Di sisi yang lain terjadi perubahan ekspresi musikal dan juga pembaruan gaya musik lokal. Meski pada kenyataannya, desa-desa di Bali punya gamelan sendiri, bahkan ada yang lebih dari satu barungan. Tapi, Gong Kebyar menjadi yang paling baik perkembangannya.

Gong Kebyar lebih terkenal karena fungsinya yang serba guna dan paling sesuai dengan selera masyarakat kebanyakan, terutama di kalangan generasi muda. Salah satu bukti perkembangan gamelan Gong Kebyar bisa terlihat di desa Singapadu, Gianyar. Di desa tersebut, hingga akhir 1960 hanya punya 1 Gong Kebyar dan 7 Gamelan Geguntangan.

Namun kurang lebih 20 tahun kemudian, di desa Singapadu sudah ada 6 barung Gong Kebyar dan 2 barung Geguntangan. Bahkan, jumlah tersebut belumlah mencakup 2 barung Gong Kebyar kepunyaan sanggar atau sekaa pribadi. Tidak hanya itu, di sejumlah daerah di luar Pulau Bali juga sudah berdiri beberapa grup musik gamelan Gong Kebyar.

Gong Kebyar, Semar Pangulingan, dan Gender Wayang juga tersebar di Eropa, Australia, Jepang, Canada, USA, dan India. Awalnya gamelan Bali hanya ada di perwakilan RI dan universitas, lalu grup swasta dan perorangan memilikinya. Ada grup Sekar Jaya El Ceritto, California, Giri Mekar di Woodstock, New York, dan Sekar Jepun di Tokyo Jepang.

Perubahan di dalam Karawitan

Belakangan muncul komposisi musik baru dengan melodi yang lincah memakai banyak nada. Ini berbeda dengan gending-gending masa lalu yang melodi-melodinya sangat sederhana dengan beberapa nada saja dan berisi banyak pengulangan. Pola cecadetan yang muncul belakangan banyak memakai pola ritme atau hitungan yang tidak ajeg.

Dalam komposisi lama, termasuk Gender Wayang sekalipun, pola ritme ajeg sangatlah dominan. Perubahan ini juga diikuti adanya jenis pukulan rampak dan keras, datang tiba- tiba seperti yang terjadi pada Gong Kebyar. Perkembangan ini turut membuat ekspresi musikal di hampir semua gamelan Bali menjadi "ngebyar" (meniru Gong Kebyar).

Nampaknya perubahan itu besar kaitannya dengan adanya pengaruh dari Gong Kebyar. Kecenderungan lain ialah pengembangan barungan dengan cara menambah beberapa instrumen baru. Gejala ini bisa kita lihat di dalam pengembangan ensambel gamelan Geguntangan, munculnya Adi Merdangga, serta gamelan sebagai pengiring sendratari.

Perubahan seperti itu kiranya juga berkaitan dengan munculnya stage-stage pementasan besar dengan penonton yang berlokasi jauh dari pentas (tempat menari). Agar alunan musik bisa terdengar di telinga penonton yang ada di kejauhan, maka penambahan instrumen menjadi perlu selain tetap mempergunakan sistem amplifikasi.

Misalnya tahun 1970, gamelan Geguntangan adalah barungan kecil yang bersuara lembut merdu. Sekarang, gamelan Geguntangan telah lengkap dengan beberapa buah kulkul, dan instrumen bilah seperti cuing dan lain-lain. Terlihat, kiranya ada kecenderungan bahwa gaya Bali Selatan lebih mendominasi perkembangan seni Karawitan Bali.

Seperti kesenian Bali lainnya, karawitan juga meliputi dua gaya daerah : Bali Utara dan Bali Selatan. Perbedaan terlihat jelas dalam tempo, dinamika dan ornamentasi tabuh- tabuh. Biasanya, tabuh Bali Utara lebih cepat dari Bali Selatan. Ini juga menyangkut masalah dinamika, tanjakan dan penurunan tempo musik Bali Utara lebih tajam dari Bali Selatan.

Meski demikian, ornamentasi tabuh-tabuh gamelan Bali Utara cenderung lebih rumit daripada yang ada di Bali Selatan. Akhir-akhir ini, tabuh-tabuh gaya Bali Utara semakin jarang terdengar. Sebaliknya, tabuh-tabuh Bali Selatan semakin keras gemanya.

Ada kecenderungan di masa mendatang, karawitan Bali, terutama instrumental Gong Kebyar serta ekspresi "ngebyar" akan masuk ke jenis gamelan non-Kebyar. Karawitan Bali Utara dan Selatan akan berbaur menjadi satu (mengingat pemusik dua daerah budaya ini sudah semakin luluh). Gamelan klasik seperti Semar Pagulingan bisa juga bangkit kembali.

Bentuk karawitan dan gamelan Bali baru bisa terus bermunculan. Adanya "kebiasaan" seniman Bali yang terus mencoba, menggali ide-ide baru, baik dari dalam seni budaya tradisi mereka maupun dari unsur luar yang senafas. Hal ini sangatlah memungkinkan terwujudnya perkembangan seni karawitan Bali yang lebih baik di masa mendatang.

Fungsi Gambelan Bali

Sebagai bagian dari kesenian Bali, Gamelan Bali juga tidak terlepas dari fungsi kesenian di Bali yang pada awalnya muncul sebagai wewalen atau seni upacara keagamaan semata. Selanjutnya, terjadi pergeseran dari Seni Wali yang sakral, menjadi Bebali yang bersifat semi sakral. Hingga kemudian menjadi Balih-balihan yang bersifat sekuler.

Dalam perspektif yang lebih luas, perihal kegunaan dan fungsi Gambelan Bali, kita bisa merujuk pada rumus Alan P. Merriam dalam bukunya "The Anthropology Of Music". Meski studi kasusnya berdasarkan musik Basonge di Afrika, namun rumusnya bisa untuk mengkaji kegunaan dan fungsi Gamelan Bali. Lebih detail sebagai berikut :

Sarana Ritual Keagamaan

Gambelan berperan penting sebagai sarana ritual keagamaan di Bali. Ada beragam upacara dan gamelan pengiringnya juga berbeda. Baleganjur atau Bebonangan menjadi gamelan pengiring prosesi keagamaan, gambelan Gender Wayang sebagai pengiring upacara potong gigi. Gambelan Angklung menjadi pengiring upacara kremasi, dll.

Memberi Rasa Keindahan

Sebagai bagian dari kesenian, ensambel Gamelan Bali beserta seni karawitannya telah memenuhi unsur-unsur keindahan melalui harmoni nada-nada yang tersaji. Hal ini dapat menjawab kebutuhan akan rasa keindahan seseorang hingga terpuaskanlah jiwa mereka.

Sebagai Alat Komunikasi

Gamelan terdiri dari beberapa alat musik yang membutuhkan jumlah pemain tertentu untuk memainkannya. Dari sini, gamelan telah menjadi media yang mempersatukan masyarakat Bali. Adapun contoh yang lebih luas, bunyi gamelan menjadi pertanda masyarakat untuk berkumpul, mengadakan pertemuan ataupun kegiatan lainnya.

Sebagai Media Hiburan

Gamelan Bali merupakan pengiring beragam jenis kesenian Bali, termasuk yang bersifat Balih-balihan. Dalam bidang pariwisata, gambelan juga sering tampil menghibur, baik pementasan rutin, festival, pameran seni atau acara lainnya. Bahkan gambelan kini makin populer dan menjadi ikon duta kesenian Bali, di dalam maupun di luar negeri.

Media Pengungkap Sejarah

Dari uraian yang mengacu pada konsep Alan P. Merriam di atas, kini nampak jelas bahwa gamelan memiliki peran yang sentral dalam berbagai peristiwa sejarah. Misalnya, tampil dalam upacara pengangkatan seorang raja, pengukuhan daerah baru, dan upacara-upacara yang berkaitan dengan penggunaan perangkat gamelan.

Pengukuh Norma Kehidupan

Menabuh gamelan dalam suatu upacara keagamaan di Bali berarti juga menguatkan norma-norma kehidupan masyarakat. Di sini gamelan bertujuan meningkatkan integritas masyarakat. Dengan mengadakan latihan dan pementasan bersama secara rutin, anggota memiliki media untuk menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan.

Sebagai Media Pendidikan

Sebagai bagian dari seni budaya, gamelan juga mengandung nilai-nilai kehidupan. Ketrampilan, kemampuan, kebersamaan dan rasa komunalitas kental dalam penyajian musik gamelan. Meski terkesan rumit, harmoni mencipta keindahan. Gamelan menjadi perantara yang mendidik masyarakat agar tetap menjunjung nilai-nilai kearifan.

REFERENSI:
  1. http://bali1928.net/wp...
  2. http://www.academia...
  3. http://blog.isi-dps.ac.i...
  4. https://web.facebook....
  5. http://kebudayaan.ke...
  6. http://blog.isi-dps.ac.i...
  7. http://www.babadbal...
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url